Apakah Makna ‘Taubat’ itu?

HerryMardian, Yayasan Paramartha.

prayer

Sahabat sekalian, jika jauh di dalam qalbu anda sudah ada ada kebutuhan untuk mencari Allah, ingin tenteram, ingin mengetahui agama lebih baik, atau gelisah mencari kesejatian, maka ketahuilah bahwa Allah masih berkenan memanggil anda untuk bertaubat.

Taubat sesungguhnya merupakan panggilan Allah. Manusia sama sekali tidak bisa membuat dirinya sendiri ingin bertaubat. Allah sendirilah yang menumbuhkan keinginan bertaubat di dalam kalbu anda.

Sebagaimana firman-Nya:

“Kemudian Tuhan memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS 20:122)

“Barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. Dan kamu tidak akan mempu menempuh jalan itu kecuali bila dikehendaki Allah.” (QS. 76:29-30)

“…Bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat mengendaki (menenempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. 81: 28-29)

 

Keinginan Taubat

Keinginan taubat itu timbul karena dipilih-Nya. Maka dari itu, jika sekarang dalam hati anda mulai tumbuh kegelisahan makna hidup, atau keinginan kembali kepada-Nya, mulai timbul keinginan akan ketentraman bersama-Nya, mulai ingin mencari jalan-jalan yang mendekatkan diri kita kepada-Nya, Itu adalah panggilan-Nya. Maka sambutlah panggilan-Nya itu.

Jika kemudian mulai tumbuh perilaku kita yang ‘mencari jejak-Nya’, seperti mencari-cari pengajian yang baik, mencari-cari bahan di internet, mulai mencari-cari buku tentang Tuhan dan agama, maka syukurilah. Ini berarti bahwa Dia masih mengingat anda. Dia masih memanggil anda untuk mendekat, untuk pulang kepada-Nya. Dia masih menghendaki anda kembali kepada-Nya. Allah sendirilah yang menumbuhkan keinginan ini dalam hati anda.

Oleh karena itu, janganlah kita sia-siakan kesempatan ini. Jangan abaikan panggilan-Nya ini. Jangan sampai dia merasa panggilan-Nya kita abaikan. Karena sebagaimana kita pun, jika orang yang kita harapkan terus mengabaikan kita, lama-kelamaan kita pun akan melupakan orang itu. Camkanlah, bahwa tidak setiap orang akan dipanggil-Nya. Tidak setiap orang terpilih untuk ditaubatkan-Nya. Sangat sedikit orang yang ditumbuhkan keinginan untuk mulai mencari Allah di dalam hatinya.

Perhatikanlah, bahwa amat banyak orang mencari pengajian dengan niat mencari kawan, mencari kelompok, mencari pengakuan orang lain sebagai ‘orang pengajian’, mencari ketentraman sesaat, meniti karir di partai politik, mencari hapalan dan pengetahuan ayat, mencari bahan diskusi, dan sebagainya. Sangat sedikit, sekali lagi sangat sedikit, orang yang benar-benar mencari pemahaman akan hakikat hidup maupun kesejatian (Al-Haqq).

Jika kita tidak mau bertaubat, tidak mengindahkan panggilan-Nya itu, maka kita termasuk orang yang zalim. Definisi ‘zalim’, menurut Al-Qur’an, adalah tidak mau bertaubat.

“Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. 49:11)

Jika panggilan-Nya ini kita abaikan, maka kita akan semakin berputar-putar saja di dunia ini, dan kalbu kita akan semakin buta saja. Oleh karena itu, akan semakin susah sajalah kita memperoleh petunjuk-Nya, ketika kalbu kita menjadi buta.

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS 20:124)

“Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah qalb-qalb (quluubun) yang ada di dalam dada.” (QS 22:46)

 

Apakah ‘Taubat’ ?

Apakah ‘taubat’ itu? Taubat bukanlah istighfar. Hanya semata mengucapkan ‘astaghfirullah’, walaupun seribu kali, bukanlah taubat. Sebagaimana qur’an mengatakan,

“Karena itu beristighfarlah kepada-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya” (QS. 11:61).

Maka, dari ayat di atas, jelas nampak bahwa Istighfar dan taubat adalah dua hal yang berbeda.

Kata ‘taubat’ berasal dari kata ‘taaba’, artinya ‘kembali’. Taubat adalah sebuah ‘keinginan’, kegandrungan, kebutuhan akan Allah, maupun segala yang dapat membuat kita lebih mengenal-Nya. Oleh karena itu, landasan taubat adalah mencari Allah, mencari kesejatian, mencari hakikat kehidupan ini. Orang bisa saja mengucap istighfar ribuan kali sehari, tapi sama sekali tidak bertaubat.

Orang bisa zikir ribuan kali, dengan niat supaya cerdas, supaya sakti, supaya bisa mengobati, supaya karir bagus, supaya lulus ujian, macam-macam. Rajin shalat malam, supaya berwajah cerah dan cantik. Rajin puasa, supaya sehat, supaya tidak gemuk. Di mana Allahnya? Mungkin Allah kita tempatkan nomor dua atau tiga.

Maka dari itu, pertama sekali, kita murnikan niat kita dahulu. Kita niatkan semuanya hanya untuk kembali kepada-Nya (taubat), supaya semakin diberi-Nya petunjuk bagaimana taubat yang benar itu. Supaya diajari-Nya hakikat kehidupan ini.

Junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw mengucapkan do’a berikut ini, yang dibaca setiap kali Beliau selesai berwudhu:

“Allahummaj’alni minat-tawwabiin, waj ‘alni minal muthahhiriin.”

“Ya Allah, jadikan hamba termasuk ke dalam ‘At-Tawwabiin’ (mereka yang bertaubat), dan jadikan hamba termasuk ke dalam ‘Al-Muthahhiriin’ (mereka yang disucikan).”

Bahkan Rasulullah Saw pun masih memohon kepada Allah untuk dimasukkan ke dalam golongan orang yang bertaubat. Bukankah Rasulullah telah suci, bebas dosa, dan telah dijamin surga oleh Allah ta’ala?

 

Makna ‘Zalim’

Jika kita tidak kembali kepada Allah (taubat), maka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang zalim. Definisi ‘zalim’, menurut Al-Qur’an, adalah tidak mau bertaubat.

“Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. 49:11)

Padahal, Allah tidak akan pernah memberikan petunjuk-Nya kepada orang-orang yang zalim. Ketegasan-Nya ini diulang berkali-kali dalam Al-Qur’an, sebagai peringatan supaya kita benar-benar memperhatikan hal ini.

“Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (2:258)”

“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (5:151)

Demikian pula kalimat yang sama bisa kita temukan pada Q.S. 6:144, 9:19, 9:109, dan 28:50.

Maka dari itu, jika kita tidak bertaubat, tidak berusaha kembali kepadaNya, maka kita akan semakin sesat saja. Bahkan hal ini ditegaskanNya bahwa ia akan menyesatkan mereka yang zalim.

“Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim (14:27).”

Jika kita tidak bertaubat, kembali pada Allah, maka sudah barang tentu akan semakin jauh saja kita dari petunjuk-Nya. Hidup kita pun dengan sendirinya akan terlempar-lempar dari satu masalah ke masalah yang lainnya saja, jauh dari petunjuk-Nya.

 

Implikasi Ke’Mahapengampun’an Allah

Kita mengetahui bahwa Allah Maha Pengampun. Tapi, Maha Pengampun terhadap siapa?

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS. 20:82).

Allah Maha Pengampun pada yang bertaubat (saja). Jika kita bertaubat, kembali kepada-Nya, maka barulah asma ‘Maha Pengampun’ ada implikasinya terhadap kita. Jika kita misalnya dikenal sebagai orang yang pemaaf, tentu sifat pemaaf kita tidak ada implikasinya terhadap orang yang tidak kita kenal. Jadi, kepemaafan kita berlaku pada orang tertentu saja, tidak dengan sendirinya pada semua orang.

Demikian pula Allah. Dia Maha Pengampun (hanya) kepada mereka yang bertaubat. Kepada yang tidak bertaubat, walaupun dia dikenal dengan Maha Pengampun, tentunya tidak ada hubungannya. Ke-Maha Pengampunan-Nya tidak ada implikasinya sama sekali kepada mereka yang tidak bertaubat, kepada mereka yang tidak berusaha kembali kepada-Nya.

Jika kita hanya istighfar saja, maka belum tentu Allah Maha Pengampun kepada kita. Tapi jika kita bertaubat, kemudian memperbaiki diri, maka Allah Maha Pengampun kepada kita. Taubat –harus– diikuti dengan memperbaiki diri, supaya taubat kita diterima oleh-Nya.

Demikianlah yang kita lihat pada ayat-ayat berikut ini:

“Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 5:39)

“Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 24:5)

“Barangsiapa yang berbuat kejahatan diantara kamu karena kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 6:54)

 

Jalaluddin Rumi tentang Taubat

Sebagai penutup tulisan tentang taubat, mari kita hayati penggalan puisi hasil fana Jalaluddin Rumi di bawah ini:

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.

Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepada-Nya!

Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan doamu
yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
karena Tuhan, dengan rahmat-Nya
akan tetap menerima mata uang palsumu!

Jika engkau masih mempunyai
seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah
menjadi sembilan puluh sembilan saja.

Begitulah caranya!

Wahai pejalan!
Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayolah datang, dan datanglah lagi!

Karena Tuhan telah berfirman:
“Ketika engkau melambung ke angkasa
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepada-Ku,

karena Aku-lah jalan itu.”

Wallahu ‘alam, Semoga bermanfaat.

P.S. : Sebagai pelengkap, silahkan membaca artikel tentang pertaubatan ‘Gelisah Dalam Kehidupan’ di sini.

[]

** foto copyright Herry Mardian, 2006. Model: Wawan TBH. Lokasi: Masjid Al-Azhar Jakarta.

0 comments On Apakah Makna ‘Taubat’ itu?

  • Pingback: Kembali Kepada Allah | Suluk : : Hanya Sekeping Cermin…™ ()

  • Pingback: Sudahkah Kita Berkurban? | Suluk : : Hanya Sekeping Cermin…™ ()

  • Pingback: Para Pencari Yang Jujur (Dengan Dirinya) | Suluk : : Hanya Sekeping Cermin…™ ()

  • Pingback: Apakah Makna ‘Taubat’ itu « Dianah's Blog ()

  • mohon ijin mas meng-copy yaa…:grin:

  • ALLAH BERADA DI BUMI MENJELANG KIAMAT!!!!

    Tenang-tenangkan diri…
    Sila layari http://manatuhanallah.wordpress.com/
    Terima Kasih

    Krulayar

  • sesungguhnya Allah telah menemukan blog ini kepada saya…saya amat berterima kasih…kerana terdapat info yg amat saya cari…alhamdullilah…saya menemuinya….bersyukur kpd Nya…terima kasih 🙂 semoga Allah membalas semuanya….:smile:

  • Salam Aleikum…

    Dik Herry, article ini amat baik dan membuka mata, izinkan saya re-publish this article in my multiply page. Thank you…

  • taubat = kembali menjadi hamba Allah, mengabdi (beribadah) kepada Allah, menyembah hanya Allah, menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangannya, mengikuti sunnah RasulNya dan menghindari hal-hal yang dimakruhkan.

    taubat = sadar diri telah melakukan kesalahan (lalai dalam pengabdian kepada Allah), istighfar (mohon maaf) atas kesalahan yang telah dilakukan, diikuti dengan amal shalih (berbuat kebajikan) menunaikan kuwajiban dan meninggalkan kemaksiatan, serta berbuat ihsan (wajib + sunnah)

  • Maksutte si mas, kalopun elo dikenal pemaap, tapi sifat kepemaapan elo itu ya kagak ada implikasinya sama orang yang kagak elo kenal, ato ma orang yang emang kagak pernah minta maap ke elo… gitu aja kok repot.

  • Mas, apa iya nih:

    “Jika kita misalnya dikenal sebagai orang yang pemaaf, tentu sifat pemaaf kita tidak ada implikasinya terhadap orang yang tidak kita kenal. Jadi, kepemaafan kita berlaku pada orang tertentu saja, tidak dengan sendirinya pada semua orang.”

    Kalau kaki kita nggak sengaja diinjek orang yang tidak kita kenal trus kita maafin, gimana dong ceritanya?

  • Bagaimana kalau Taubat itu seperti begini
    Taubat ~ taaba : kembali

    “Karena itu beristighfarlah kepada-Nya,kemudian bertaubatlah kepada-Nya”(QS.11:61)
    mohonlah ampunan kepadaNya,kemudian kembalilah kepadaNYa.

    Timbul satu pertanyaan apanya yang harus kembali kepadaNya ?

    Satu kenyataan hidup seseorang adalah satu pembuktian atas satu pandangan dan sikap hidupnya. Jika satu kenyataan baik maka dikatakan sebagai satu pandangan dan sikap hidupnya baik.demikian pula sebaliknya,bila kenyataan buruk/kacau balau maka dikatakan sebagai satu pandangan dan sikap hidupnya buruk/kacau.

    Hingga Taubat adalah merubah pola pikir (mengembalikan pandangan dan sikap hidup syar atas pemikiran dzulumat kepada pandangan dan sikap hidup Nur menurut ajaran Allah)

    “Mohonlah ampunan kepadaNya, kemudian kembalikanlah pandangan dan sikap hidupmu kepada pandangan dan sikap hidup Nur menurut ajaran Allah SWT”

    wasalam …
    nimbrung lagi nich..:smile:

  • asalamuallaikum wr.wb…
    kirimin ke email gw ana domg

  • makasih saya dapat ilmu dari taubat yang disampaikan mas herry. untuk mira saya ingin berbagi. saat ini saya berkeyakinan bahwa segala niat dan sumber pemikiran kita dari Alloh. Dan Alloh berbuat untuk hambanya akan sesuai dengan prasangka hamba itu sendiri. Solusi yang lebih cepat dan praktis yang saya rasakan adalah perteballah keinginan kita untuk memahami Alloh, terus mengingat-Nya dan berusaha untuk brjalan sesuai keinginanNya. Termasuk diantaranya : membaca literatur2, bertanya kepada orang yang bertafakur, mencintai dan merindu-Nya. Dan yang saya pahami dan rasakan, dikala saya ingin terus memahami Alloh, Dia terus membuka kejelekan, keburukan dan sifat saya. Dan sekarang sayapun jadi rindu akan diri saya yang sebenarnya. ah..betapa uniknya manusia.

  • Untuk mira,

    susah menentukan ‘apa yang menyebabkan’ Allah memanggil seorang hamba untuk bertaubat. Karena pada dasarnya, Dia Maha Berkehendak, dan terlepas dari sebab-akibat.

    Tapi ada hadits Rasulullah saw:

    “Ihfazhillah, yahfazhik.” Jagalah Allah, maka Ia akan menjagamu.

    Kata hafizh artinya ‘menjaga’, menjaga diri dari dosa-dosa, dan menjaga perintah Allah.

    Imam At-Tirmidzi berkata hal yang senada:

    “Jagalah Allah, niscaya Dia menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu mendapati-Nya bersamamu. Jika memohon, memohonlah pada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah.” Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih.

    Tapi di atas semuanya, yang terutama adalah ‘keinginan kita untuk kembali kepada-Nya, atau ‘taubat’. Kata ‘taubat’ berasal dari ‘taaba’ artinya kembali.

    “Inilah yang selalu dijanjikan kepadamu, yaitu setiap hamba yang selalu kembali (pada Allah) lagi menjaga (Nya). Yaitu mereka yang takut kepada Ar-Rahmaan walaupun Dia tidak kelihatan olehnya, dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” Q. S. [50] : 32 – 33.

    Tahu kan hadits yang bunyinya kurang lebih, “barangsiapa yang mendatangi Allah sejengkal, maka Dia akan mendatanginya sehasta. Barangsiapa mendatangi Allah sehasta, maka Dia mendatanginya sedepa. Barangsiapa yang mendatangi Allah dengan berjalan, maka Dia akan mendatanginya dengan berlari, dst…”

    Terimakasih atas kunjungannya dan komennya 🙂

  • Pertanyaannya, apakah dengan mengetahui kriteria, akan membuat kita bertaubat?
    Kalaulah ada kriteria, maka itu adalah kebutuhan bertaubat. Barangsiapa butuh bertaubat, maka dia dipanggil oleh Allah swt.

  • saya tau blog ini dari seorg tmn, n alhamdulillah, saya suka artikel2nya.. ada kata2 di artikel ttg taubat ini yg menumbuhkan tanda tanya di hati saya, “Taubat sesungguhnya merupakan panggilan Allah. Manusia sama sekali tidak bisa membuat dirinya sendiri ingin bertaubat. Allah sendirilah yang menumbuhkan keinginan bertaubat di dalam kalbu anda.”
    Pertanyaannya, apakah Allah menentukan hamba yg akan dipanggil-Nya gitu aja? atau ada kriteria ttt yg membuat Allah memanggilnya? misalnya, Allah memanggil A bertaubat, sedangkan B tdk dipanggil.. apa ada nilai plus yg dimiliki A shg Allah memanggil-Nya? atau gmn? yang saya tangkap dr kalimat tsb, seakan2 manusia sifatnya pasif, pasrah menerima apapun yg ditentukan Allah baginya.. juga yg di artikel ttg Mitos: Allah menentukan hamba-Nya beriman/tdk..
    Insya Allah, pertanyaan ini semata2 hanya utk mencari kebenaran, ga ada mksd berdebat or mencari kesalahan.. jzk..

  • Bertaubat, tapi buat lagi. Baertaubat, tapi buat lagi, Bertaubat, tapi buat lagi. Lemahnya…

  • Mungkin mirip dg perumpamaan pesawat terbang. Dalam perjalanan udara, ternyata pesawat umumnya melenceng pada sebagian besar waktu terbangnya. Apa yang membuatnya tetap sampai tujuan adalah krn adanya feedback terus-menerus dan usaha perbaikan yang terus-menerus juga. Jadi, memang jangan putus asa kalau kita gagal.

  • Silakan, ya Nai. Untuk Alqasam? No problem, as long as you put the clear link to this source page..

    Thanks for your time 🙂

  • terima kasih utk post ini..boleh diambil ya untk bacaan sendiri-sendiri dan sahabat-sahabat.?

  • Memang, ndak semua orang bisa bertaubat dengan baik. Apalagi tak mengulangi kesalahan yang sama. Terkadang kita terjebak juga untukmelakukan kesalahan yang kedua kalinya

Leave a reply:

Your email address will not be published.