[TANYA]
Saya tertarik dengan bunyi ayat (56: 77-79), ada yang menafsirkan bahwa makna disucikan adalah kita harus berwudhu dulu sebelum menyentuh al-qur’an. nah yang jadi pertanyaan saya, kan katanya al-qur’an itu hudan lin-naas (petunjuk kepada semua manusia), trus gimana donk dengan yg tidak menganut agama islam, mereka kan ga wudhu tuh ?
[JAWAB]
1. AL-MUTHAHHARUUN
Kita lihat ayat itu:
“[QS – 56 : 79]. Dan tidak menyentuhnya kecuali ‘Al-Muthahharuun’ (hamba-hamba yang disucikan)”
Benar, banyak yang menafsirkan Al-Mutahharun itu sebagai ‘mereka yang telah berwudhu’ sehingga ‘harus berwudhu’ terlebih dahulu.’
Begini saja,
Sekarang, tanpa wudhu, kita ambil Al-Qur’an. Baca dan lihat isinya. Cari misalnya, kata “Shirath Al-Mustaqiim.” Kita ambil dua ayat sebagai pembanding, misalnya di
Q.S. [1]:6 “Tunjukkanlah kami Shirat Al-Mustaqiim“,
dan
Q.S. [11]:56 “Sesungguhnya Rabbku di atas Shirat Al-Mustaqiim“
Shirat Al-Mustaqiim itu apa? diterjemahkan ‘Jalan Yang Lurus’. Tapi jalan yang lurus apa? Jalan tol? Jalan yang tidak belok? Mengapa orang yang di jalan lurus dikatakan sebagai golongan yangmendapat nikmat? Kita tidak paham kan? Nah, ini karena kita tidak berwudhu’ dulu sebelum ‘menyentuh’ Qur’an.
Sekarang kita berwudhu’. Berwudhu’ sebaik-baiknya, dengan teratur. Diawali dengan doa.
Bukalah keran juga dengan bismillah, dengan sepenuh kesadaran bahwa air adalah makhluk Allah juga yang akan kita gunakan kemampuannya. Pelan-pelan, setiap usapan air benar-benar dirasakan, dimaknai dalam pikiran kita sebagai karunia Allah. Setiap anggota wudhu kita, ketika diusap dengan air, dimohonkan ampunan dosanya.
Dan setelah selesai, jangan lupa baca pula doa penutup wudhu.
Sekarang, kita buka Quran lagi. Lihat kembali dua ayat tadi. Sekarang, dalam kondisi telah berwudhu sebaik mungkin, kita coba pahami makna kata ‘Shirat Al-Mustaqiim.’
Sekarang tertangkapkah maknanya?
Tidak.
Tidak ada bedanya dengan tanpa wudhu tadi.
Cobalah dengan ayat lain, Alif Lam Miim, misalnya? Atau Tho Haa? Lebih susah lagi. Hasilnya tetap akan sama saja.
Jadi bisakah setelah berwudhu kita ‘menyentuh’ Qur’an, seperti ayat tadi? Kalau pengertian menyentuh secara fisik, ya tanpa wudhu pun bisa. Tapi kalau menyentuh maknanya, secuil pun tidak bisa, meskipun anda berwudhu’ selama dua jam demi kesempurnaan wudhunya.
Kalau begitu, apa makna ‘Al-Muthahharuun’ ? Akar kata ‘Muthahharuun’ adalah TH-H-R (tho, ha, dan ro). Kita cari di Qur’an, ayat mana saja yang ada akar kata TH-H-R yang mungkin bisa menjelaskan maknanya.
Kita dapatkan di surat 3:42, dalam kata “Thahharaka”, bunyinya:
“Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, wa tahharaka (dan mensucikan kamu), dan melebihkan kamu….” dan seterusnya.
Maka dari sini bisa kita raba sedikit kisi-kisi dari makna kata Al-Mutahharuun itu: Al-Mutahharuun adalah mereka yang disucikan Allah-nya hingga ke ‘level spiritual’ seperti Maryam, ibunda nabi Isa as, bukan sekedar berwudhu.
Makna persisnya saya juga belum tahu, karena saya sudah pasti belum termasuk golongan ‘Al-Muthahharuun’. Tapi yang jelas, Maknanya bukan semata-mata kita berwudhu, lalu setelah itu kita termasuk golongan ‘Al-Muthahharuun’.
Catatan: artikel lain mengenai ‘Al-Muthahharuun’ ada di sini.
2. HUDAN LIN-NAAS
Saya sendiri belum sempat mencari seluruh kata ‘Hudan Lin-Naas’ di Qur’an yang konteksnya dihubungkan dengan kitab suci, tetapi begini:
Kalau kita cari di Konkordansi Qur’an, kata-kata ‘Hudan Lin-Naas’ yang konteksnya pada kitab suci saya dapatkan di dua ayat: Surat [3] : 4 dan surat [6] : 91. Dalam kedua ayat itu, “hudan-lin-naas” mengacu pada ‘Al-Kitaab’, bukan Al-Qur’an, yang direfer oleh penerjemah quran edisi bahasa indonesia kepada kitab-kitab sebelum Qur’an.
Sedangkan Al-Qur’an sendiri, dalam QS [2]: 2 adalah “Hudan Lil-Muttaqiin”, petunjuk bagi Al-Muttaqiin (mereka yang bertaqwa).
Untuk bisa mempergunakan Qur’an sebagaimana mestinya dan tidak hanya meraba-raba makna, bisa jadi kita harus termasuk kepada Al-Muttaqiin (orang-orang yang bertaqwa) terlebih dahulu, bukan hanya sekedar sebagai “An-Naas” (manusia).
Wallahu ‘alam.
[Herry Mardian]
0 comments On Bagaimana Memahami Al-Qur’an? (Makna ‘Al-Muthahharuun’ dan ‘Hudan Lin-Naas’)
Pingback: Sepuluh Mitos Beragama | Suluk : : Hanya Sekeping Cermin…™ ()
Pingback: Menemukan ‘Al-Muthahharuun’ (Hamba Yang Disucikan) | Suluk : : Hanya Sekeping Cermin…™ ()
Betul, di 2 : 185 memang tertulis bahwa Al-Qur’an merupakan Huda Linnas.
Terimakasih.
Ayah 2: 185 tertera jelas Qur’an sebagai hudallinnaas.
AL-MUTHAHHARUUN di [QS – 56 : 79] sesuai konteks kan terlihat bahwa yg dimaksud adalah malaikat yg menjaga Al-Lauh Al-Mahfûz.