Segala puji bagi Dia, wajah-Nya maupun diri-Nya, Allah, Sang Maharaja segala raja, Rabbnya semua alam semesta, Sang Cahaya atas segala cahaya, Yang kasihsayang-Nya melebihi Maryam terhadap Isa. Hanya Dia-lah yang wujud, dan atas perkenanNya pula sezarrah kuasa-Nya ini dinisbikan dari ketiadaan, sebagai suatu ujian, pelajaran, dan menjadi satu ruas jalan penghambaan bagi ‘diri’ ini, seorang yang baru mulai mencoba mengenali hakikat hamba pada dirinya, demi untuk mengenal Khaliknya.
Salam kemuliaan bagi kekasih-Nya, yang hanya baginya seorang semua diwujudkan dari tiada, sang cermin dari Maharaja Cahaya, sang senyum dari Yang Maha Penyayang, kekasih dari semua pecinta, Rasulullah Muhammad SAW, pembimbing bagi siapa yang mencari-Nya, pemegang kunci gerbang menuju-Nya.
Skripsi yang ideal, katanya, sedikit banyak seharusnya bisa menunjukkan siapa kita, dan apa saja yang telah kita peroleh selama sekian tahun kuliah. Karena saya merasa hal yang bisa saya lakukan dengan baik adalah menggambar, maka untuk memudahkan proses pembuatan, saya berusaha membuat skripsi ini sebagai sebuah lukisan.
Ide skripsi ini sendiri lahir ketika hidup saya sedang berada dalam fase perenungan eksistensial (tepatnya frustrasi) tentang apa makna kehidupan saya, siapa saya ini dan mau ke mana. Jadi, awalnya saya berpikir bahwa skripsi ini harus sedapat mungkin merupakan persoalan yang memang ingin saya ketahui, dan harus menghasilkan jawaban atas pertanyaan saya sendiri. Dan saya merasa, sebagai sebuah ‘lukisan’, di skripsi ini juga harus tertuang ide-ide saya, persepsi saya dalam memandang kehidupan, dan harus mengandung warna-warna yang saya sukai, yang sekaligus dapat menggambarkan ciri dan gaya khas lukisan saya. Dan, kalau bisa, mampu menjadi stimulus ide baru maupun bahan perenungan bagi yang melihatnya.
Maka, sebagaimana setiap kali saya menggambar, ‘ritual’ yang saya lakukan sebelumnya –-dan sekaligus merupakan tahapan pra-kreasi yang memakan waktu paling lama– adalah perenungan dan pengendapan ide, lalu membiarkan ide-ide lukisan tersebut mewarnai kehidupan nyata saya terlebih dahulu agar saya dapat mengalaminya, sehingga dapat dituangkan dengan sebaik-baiknya dalam kertas gambar.
Oleh karena itu, secara khusus dalam lembaran ini saya mohon maaf sebesar-besarnya pada pembimbing skripsi saya ini, Bapak Hanna Djumhana Bastaman, atas lamanya perenungan pra-kreasi ‘lukisan’ saya ini. Walau demikian, di sela-sela segala kesibukannya yang banyak, beliau tetap bersedia saya repotkan, dan tetap membimbing saya dengan sepenuh hati. Terimakasih saya rasanya tidak akan cukup untuk beliau.
Juga pada Mbak Liche S. Chairy, pembimbing akademis, atas gaya kesenimanan saya dalam menjalani kehidupan akademis di kampus. Sayalah yang selalu paling lambat menghubungi beliau dalam penandatanganan IRS. Saya sebenarnya suka terharu atas perhatian dan waktu-waktu yang beliau berikan sejak pertama kali saya masuk psikologi sampai lulus. Bahkan dari Amerika pun beliau tetap mengirim e-mail. Ia lah PA yang mengajak dan mentraktir mahasiswa bimbingannya makan bersama di pizza HUT sebelum melanjutkan studinya di luar negeri.
Mas Budi Hartono, atas kesediaannya menjadi dosen yang sekaligus teman selama masa kuliah saya, di tengah kesibukannya. Mas Budi Fajar, Tari, Hanafi dan Xxxxxx (tidak ingin tercantum di blog), atas masukan-masukannya tentang tarekat dan bantuan-bantuannya pada saat pengambilan data. Rusmaladi Rusfan, atas waktu-waktu diskusi di sela kesibukannya, dan segala bentuk bantuannya dalam pembuatan skripsi saya ini.
Ada hal menarik yang terjadi pada saya dalam pembuatan skripsi ini. Pada suatu hari, saat itu sudah sedemikian jenuh dan kehilangan minat dengan skripsi dan kuliah, bahkan dengan sebagian besar kehidupan saya. Ujung-ujungnya saya kembali mempertanyakan eksistensi diri dan makna hidup. Kemudian saya berusaha berdoa dan memperbaiki shalat, karena saya pikir dengan itu hidup akan lurus kembali (ternyata di sinilah amat bodohnya saya).
Lalu, ada seorang yang –segala puji bagi Allah— didatangkanNya untuk menasihati saya. Katanya, ‘agama’ bukanlah hanya ibadah formal berupa shalat, puasa, zakat, dan semacamnya. ‘Agama’ (Ad-Diin) adalah setiap urusan yang dihadirkan-Nya dalam kehidupanmu, sedangkan ibadah formal hanyalah indikator kebenaran dari cara beragamamu. Maka percuma jika mati-matian hanya memperbaiki indikatornya, tanpa memeriksa permasalahan besarnya. Maka dari itu, perbaikilah ‘agama’-mu: periksalah permasalahan besarnya, bereskanlah setiap urusan yang dihadirkan-Nya padamu dengan benar dan sebaik-baiknya. Jika urusan-urusan dalam kehidupanmu sudah benar, barulah indikatornya pun akan menunjukkan tanda benar. Semakin tiap urusanmu kau tangani dengan baik, akan semakin bermakna pula shalatmu. Dan seandainya itu semua sudah kau lakukan sambil mengharapkan-Nya dengan cara yang disukaiNya, sudah pasti Dia sendiri yang akan mengulurkan tanganNya padamu, karena dengan demikian berarti setiap amanahNya yang disampaikan padamu dapat kau selesaikan dengan baik.
Nasihat itu terdengar demikian indah, dan menggugah saya. Rasanya baru setelah itulah saya berusaha merubah hidup ini dengan berusaha sedikit lebih serius (dan ternyata –teramat sangat— tidak mudah). Semoga nasihatnya juga bermanfaat buat pembaca skripsi ini.
Pada akhirnya, walaupun melalui sebuah perenungan yang lama, tentunya ditambah dengan ketidakdisiplinan dan ketidaksesuaian dengan target dan jadwal (ini kalimat penyesalan, bukan permohonan maklum), rasanya ini bukanlah ‘lukisan’ terbaik saya. Masih amat sangat banyak kekurangan dari karya ini, dan saya sendiri menganggap hasil akhir karya ini sebagai karya seorang seniman yang baru belajar membiasakan diri menggunakan media baru untuk menuangkan ide dan kreativitas. Oleh karena itu, rasanya tidak semua ide berhasil tertuang ke dalam ‘kanvas’, karena si pelukis belum terbiasa mengolah dan mengontrol sarana ekspresinya yang baru. Tentunya, hasilnya baru sebuah karya seorang yang belajar melukis, yang masih jauh dari tingkat masterpiece.
Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih –benar-benar terima kasih, so much more than just thanks— bagi orang-orang yang saya hormati dan cintai, yang telah bersedia membiarkan dirinya menjadi jalan kehendakNya bagi saya menjadi cermin untuk lebih mengenal dan memperbaiki diri, yang tetap berani berkata benar dan jujur sekalipun menyakitkan, menuntun saya dalam membentuk fondasi yang benar untuk berjalan mengabdi padaNya, serta menjadi warna-warni kemilau yang memperkaya kanvas diri ini: Ibu dan Bapak atas doa-doanya, Kang Zamzam Ahmad Jamaluddin yang senantiasa menceritakan pemandangan ‘out there behind those thick wall’ supaya kami bisa ‘melihat’ semirip mungkin dengan aslinya, Kiki the sleepwalker atas pengalaman-pengalamannya, Nurul Annisa atas ‘garpu’ dan masukan-masukannya, xxxxxx xxxxxx (tidak ingin tercantum di blog) atas segala diskusi dan persahabatannya, Sentari atas ajakan pengajian dan diskusinya, Mas Sigit, Mas Imam, Kang Pepi, Mbak Liliek, Mas Ipung, Mas Nu’aim yang selalu saya ingat kata-katanya: “Hidup ini cuma satu kesempatan ngeceng. Kecengilah Allah habis-habisan, supaya Ia ‘naksir’ kita.”; Ilham Daeng dan Ibundanya-–my family in Bogor, Muhammad Noer, Nurul Halida, Agung Surono, Hidayat the wanderer, Reno the martyr (senang mendengar jubah putih anda sudah panjang), Pak Omo yang saya selalu ingin bertemu dengannya, Pak Tarmo serta Aa Gym.
Dan bagi sahabat-sahabat baik saya yang sedemikian tulus dan selalu baik pada saya, dari angkatan ’91 sampai ’99, termasuk juga di FKTN-UI, Ikarie Monitha dan Ibundanya, Fajriati MEN, Ristyani Fawzia, Muhammad Syarief, Johan Ahadiyat Djamil, Fajar Wibisono, Olivia Musdalifah, Grandis Gumilar, Abdul Rozak, Sarwiji, Avicienna Djamal, Slamet Riyadi, Diah Primi, Anna Restu yang baik, Tanti who never afraid to be herself, Sari, Fifi Maela, Dudi Nurholis, Kang Willy, Teh Ais, Ibu Robbani, Hanafi, Yulia Kusuma dan Chairinna H. S., Dini RB (oh, mau nebeng? Kalo gitu aku duluan ya), Fitri Herfianti, Endah Palupi, M. Hidayat Martin, Ahmad Yani, Surya, Indra Gunawan, Eko Mulyono FT, Eko Aditya sang ‘tembok terakhir sekularisme’, Urip Budi, Diana KRN yang baik –yang kalau berpapasan suka membuat saya berfikir setelahnya: ‘Salah apa ya saya tadi?’ (thank you, really. And don’t ever forget to smile: smile all problems away), Ika Malika, Bani Nurainu, Badai dan Lela. Juga tak akan terlupakan: Pak Nurdin di Nurul Fikri atas segalakeikhlasannya yang mengharukan, Pak Amang di Al-Qudwah, Arif, Fatchuri, Yono MIPA, Zaenal FT, Eddy FT, Budi FT, dan Didit.
Dan, orang-orang spesial yang dihadirkanNya dalam kehidupan saya, untuk mengajari saya mensyukuri anugerah kehidupan dengan mencoba berani terjun ke dalamnya tanpa perlu banyak berkata-kata, sebuah cara kehidupan non-teoretik non-simulasional, simply just dive into it: Pak Samiyo dan Akh Sofyan di ‘Toko Buku Jongkok’ masjid UI, Ibu Lela penjual minuman, Ibu Elon yang biasanya tidak mau dibayar kalau saya yang beli minuman, Mas Tono pangsit, dan Jono the mosque’s dust buster, Ibu penjual makanan kecil di pojok kantin, Yunus sopir bis Mayasari, bapak tua penjual papan cuci dan kakek penjual bangku kayu di Tanah Kusir, kakek tukang patri di perempatan Jl. Delman, serta tak lupa beberapa orang pengemis dan pengamen di lampu merah sepanjang jalan TB Simatupang yang senantiasa tetap ramah dan mengajak bergurau sekalipun pada saat saya sedang tidak punya uang, dari anda semualah saya belajar tersenyum tulus dan tetap bersyukur dalam menjalani hidup pemberian-Nya.
Tak akan cukup terima kasih saya buat anda semua. Semoga Dia, Sang Maha Penjamin, yang selama ini memenuhi harapan dan keinginan saya dengan kebijaksanaan-Nya, ke-Pemurahan-Nya, ke-Maha Kayaan-Nya, dan kasih sayang-Nya berkenan menggantinya.
Semoga kita semua senantiasa dipelihara dalam jalan lurus keridhaan-Nya, dan kelak dipersatukan dengan jalinan mawar wangi dalam istana terang kemilau, bersama para kekasih-Nya di muka singgasana Sang Maharaja Cahaya.
Januari 2001
Penulis,
— Herry Mardian
___
*Herry Mardianto Syakir (2001): Perbandingan Spiritual Well-Being antara Anggota dan Non Anggota Tarekat di Kota Besar Skripsi Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi – Universitas Indonesia: Depok.
0 comments On Kata Pengantar Skripsi
ass,,mas herry?
lam kenal?
mohon sala ta’dhim wat sese’orang yang kata mas:”di datangkan-Nya”
“assalamu’alaikum warohmatuLlahi wabarokaatuh”
sama mohon do’anya.
terimakasih
wassalam
NB:disini(Korea)aq ketemu sama pak jos(dosen UI)yang sedang lanjutin belajar di kyongnam university,kenal ga mas?
her, pembimbing skripsi lo itu Hanna Djumhana Bastaman??
wah, mantap nih pasti isi skripsi ente !!
bisa kirim gak ke odie.rachmat@gmail.com??
please
Pak Hanna itu juga seorang salik sohibnya almarhum bapak ane di sebuah pondok Thariqah. ane sering sharing psikologi sama istri beliau kalo ane lg agak2 tenggeng. sampe sekarang masih keep in touch kalo lagi suluk suka bareng sama pak hanna.
Her, pls kirim ya ke imel ane..
Wa alaikum salaam.
Betul. Skripsi tentang latah rasanya ada beberapa (banyak?) di perpustakaan fakultas Psikologi UI.
assalamu’alaikum, betul mantan bimbingannya bpk Hanna Djumhana Bastaman?? tentu tahu & mengikuti karya2 beliau?
saya sedang menempuh skripsi tentang gangguan latah, anda tahu tidak apakah buku2 beliau ada yg membahas tentang latah?
dosen saya mengatakan ‘kalo tidak salah ada’, tapi saya nyari kmana2 kok ndk ada y.
trimakasih sebelum &ssudah.
wassalam
Betul Pak Yaya M Hidayat Martin
Alhamdulillah sehat, anak sudah 2 Pak
Whoaaaa.. Yaya? M. Hidayat Martin?
apa kabar pak?
Assalamu’alaikum,
Apa kabar pak, lama tak bersua
Yaya Psi UI ’95
salam kenal kembali 🙂
salam keanl ya mas! 🙂
Kata pengantar ini pernah saya baca puluhan kali, sampe hapal. 😀
Mas Herry..
Boleh nda saya dikirimin bab 1 dari skripsinya langsung ke email saya; inung71@yahoo.com or phia121@yahoo.com. kalau bisa siih semuanya, untuk pendalaman, nda bakalan dicontek, serius..tapi memang anyway, saya pengin juga nulis or neliti tarekat dari sudut pandang budaya. tentunya kalau nda keberaatn untuk berbagi… and boleh tahu no.hp or almat Mas Herry (kalau boleh).. oohh.. ternyata mas Herry ketemu di sini ya? ditunggu ya..
kebutuhannya harus original : kamu sendiri harus betul-betul ingin tahu hasil kesimpulan dari permasalahan, yang kamu bahas di skripsimu itu. Kamu harus membutuhkan jawaban itu. Bukan sekedar ngejar nilai atau cari topik yang gampang.. Kalo nyari ide masalah sih banyak. Kamu dulu kuliah masuk jurusan itu ingin tahu apa? Ya itu aja. Orisinal.
cara dapetin ide yang efektif gimana seh??????? jawabnya ke email saya ya ieka_nieh@yahoo.com
sangat bagus dan dapat dipertahankan.