AH, saya suka banget lagunya Sunan Kalijaga ini, Lir-ilir. Maknanya dalam sekali, dan ajaibnya bisa di-compress dengan lagu seringan ini, bahkan seakan-akan ini lagu kanak-kanak (ingat narasi nasehat-nasehat Bawa Muhaiyaddeen?).
Ini yang saya pahami dari lagu ini.
Lir Ilir
Lir ilir, lir ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo, royo – royo
Dak sengguh temanten anyar
Bocah angon, bocah angon
penekno blimbing kuwi
Lunyu – lunyu penekno
kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro, dodotiro
kumitir bedah ing pinggir
Dondomono jlumatono
kanggo sebo mengko sore
Mumpung pandang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako surak hiyo
: :
/Lir ilir, lir ilir/
“Lir Ilir”: ucapan bangun tidur untuk bayi: ucapan selamat bangun tidur kepada jiwa/nafs yang baru bangun dari timbunan dosa maupun dominasi sifat-sifat jasadinya. Ada sebuah kesadaran untuk taubat, ingin mengenal diri dan Tuhannya.
/tandure wis sumilir/
tanaman padinya sudah mulai tumbuh
(padi: simbol nur iman, tanah sawah: jasad. Ada nur iman yang mulai menyala dalam jasad)
*’sumilir’ adalah padi yang baru mulai tegak kembali setelah dipindah dari pembiakannya di tanah yang agak kering ke sawah yang berair.
/Tak ijo, royo – royo/
menghijau, cerah segar.
(seorang suci yang senang sekali melihat nur iman seseorang dalam qalb-nya yang mulai bercahaya)
/Dak senggoh temanten anyar/
seperti pengantin baru
(jiwa yang baru mulai suci, bagaikan pengantin: jasad mulai malu-malu mendampingi jiwa, jasad mulai ingin selaras dengan sang jiwa).
/bocah angon, bocah angon/
anak gembala, anak gembala
(kita semua gembala: menggembalakan seluruh sifat jasadi kita sendiri, juga syahwat dan hawa nafsu. ‘Bocah Angon’ ini panggilan Kanjeng Sunan kepada kita semua)
/penekno blimbing kuwi/
panjatlah pohon belimbing itu
“pohon”: pohon takwa (lihat Q. S. Ibrahim [14] : 24 – 27). Panjatlah pohon takwa; cobalah mencapai taqwa, atau bergurulah pada yang telah bertaqwa).
Buah belimbing lima seginya: sholat lima waktu dan rukun islam yang lima: panjatlah/capailah ketaqwaan melalui apa yang dibawa nabi Muhammad SAW.
/Lunyu – lunyu penekno, kanggo mbasuh dodotiro/
biar licin sekalipun tapi panjatlah, buat mencuci kainmu
(’memanjat’ Islam dan belajar bertakwa: licin, susah, tidak mudah. Jalan yang sulit (lihat Q. S. Al-Balad : 10 – 18)
kain = pakaian: taqwa. Sebaik-baik pakaian adalah taqwa (lihat Al-A’raaf : 26).
/Dodotiro, dodotiro, kumitir bedah ing pinggir/
kainmu, kainmu, berkibaran koyak di tepinya
(imanmu itu, keyakinanmu itu, Taqwamu itu, belum kokoh. Banyak cacatnya, masih banyak salahnya)
/Dondomono, jlumatono; kanggo sebo mengko sore/
jahitlah, dengan di-’jelujuri’ (jlumatono), untuk ’sebo’ (menghadap raja) petang nanti
(perbaikilah, sebaik-baiknya dengan tekun satu demi satu, untuk menghadap Allah di hari akhirat nanti)
/Mumpung pandang rembulane/
selagi purnama bulannya
(purnama: simbol jiwa yang suci, mumpung jiwanya lagi bersih)
/Mumpung jembar kalangane/
selagi luas gelanggang nya
(selagi masih di dunia ini)
‘Kalangan’ adalah tempat rakyat jelata menunggu jika ingin menghadap seorang Raja.
/Yo surak-o, surak hiyo/
ayo bersoraklah.
(ayo tampilkan/keluarkan isi hatimu: ayo jadilah diri sejatimu, = ayo kenali dirimu, agar bisa menyuarakan ’suara Allah’, kehendak Allah. Agar menjadi hamba Allah, ‘instrumen’ Allah).
: :
btw, kok saya jadi nangis ya abis nulis ini. Esensi lagu ini sama kan dengan seluruh karya sufi-sufi seluruh dunia, apapun bungkusnya: puisi, narasi, dan lain-lain.