Selamat Dari Siksa Neraka?

blacksmith[TANYA] Apabila hidup ini seperti yang disampaikan oleh Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin ttg Keajaiban Hati adalah benar, maka akan banyak sekali manusia yang tidak akan selamat dari siksaan neraka, karena adalah sangat sulit (bahkan mustahil) bagi manusia untuk menyelamatkan diri dari niat selain kepada Allah (dua niat dalam satu waktu, kepada Allah dan kepada manusia/dunia) dikarenakan nafsu manusia condong kepada dunia yang memukau penuh gairah ini.

Kalau hal itu benar, maka akan sangat mengherankan kalau masih ada manusia yang bisa tersenyum (apalagi tertawa) hidup di dunia ini karena begitu mengerikannya ancaman siksa Tuhan kepada manusia di hari akhir nanti.

Pertanyaannya adalah apakah hal itu benar atau itu hanya ilusi seorang Al Ghazali saja yang sudah mulai dirasuki oleh keadaan ekstase dalam pemujaannya kepada Tuhan?

: : : : : : : :

[JAWAB]

Assl Wr Wb

Memang benar bahwa untuk selamat dari siksa neraka, adalah mustahil. Mayoritas manusia memang tersesat. Saya kira itu bukan ilusi ekstasis dari Al-Ghazali. Bukan Al-Ghazali saja yang mengisyaratkan demikian. Bahkan Al-Qur’an sendiri sudah menegaskan hal itu.

“Jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” [Q.S. 6 : 116]

Selain itu, memang sudah ditetapkan bahwa kita semua, pada dasarnya, menuju neraka. Jarang sekali orang yang memperhatikan hal ini.

“Dan tidak ada satu orang pun dari pada kalian, kecuali mendatangi neraka itu. Hal itu, bagi Tuhanmu, adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” [Q. S. 19 : 71].

Bahkan bagi sebagian ahli hikmah, dunia ini pun sudah cukup untuk dikatakan sebagai neraka kecil. Tak perlu lagi menunggu neraka yang sebenarnya kelak. Itu membuat mereka minta diselamatkan sejak dari dunia ini.

Ketika Allah menciptakan neraka, Dia berfirman pada Jibril a.s untuk pergi melihat neraka. Lalu Jibril kembali dan berkata, “Demi kemuliaan-Mu, tak akan ada seorang pun yang ingin memasukinya.” Lalu Allah meliputi neraka penuh dengan hal-hal yang disukai nafsu dan syahwat manusia. “Pergi dan lihatlah kembali,” kata Allah. Dan Jibril pergi, lalu kembali dengan berkata, “demi kemuliaan-Mu, aku khawatir tak ada seorang pun yang akan selamat dari siksa api neraka.” (H.R. Tirmidzi).

Bahkan Jibril a.s. pun menyangsikan ada orang yang bisa selamat dari neraka.

Itulah persoalannya. Umumnya manusia, di bawah sadarnya, meyakini bahwa mereka bisa menjaga dan menyelamatkan diri mereka sendiri dari neraka. Mereka mengira bahwa amal baik, perbuatan baik, bahkan perilaku membela agama, akan otomatis menjadikan mereka sebagai ahli surga. Betapa banyak orang muslim yang mati membawa kebanggaan dalam hati, karena yakin sekali akan selamat dalam menghadap pengadilan Allah ta’ala?

Cermati diri kita. Apakah masih tersisa keyakinan dalam diri kita, bahwa amal ibadah kita akan menyelamatkan kita kelak?

Padahal bukan itu sama sekali yang menyelamatkan manusia. Yang menyelamatkan manusia, mutlak, dan tidak bisa tidak, hanya rahmat Allah ta’ala saja. Hanya kehendak-Nya. Jika ia ‘kebetulan’ berkenan dan berbelas kasihan, maka Ia akan menyelamatkan kita.

“Setidaknya jika bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tak ada seorang pun dari kamu akan bersih, selama-lamanya.” [Q.S. 24 : 21]

“Sesungguhnya jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan, kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku.” (Q. S. 12 : 53)

Padahal untuk sekedar beriman pun, adalah kehendak-Nya. Bukan kehendak kita, atau kehendak orang tua.

“Dan tak seorang pun bisa beriman kecuali atas izin Allah.” [Q.S. 10 : 100]

Karena itu, kita dilarang memaksa orang untuk menjadi ‘beriman’, atas paksaan maupun desakan. Kalau memang Dia menghendaki itu, itu sangat mudah bagi-Nya. Tapi memang itu belum tentu menjadi kehendak-Nya.

“Jika Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua orang di muka bumi, seluruhnya. Apa kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman seluruhnya?” [Q. S. 10 : 99]

Itulah intinya. Yang harus tumbuh dari kita adalah sebuah pengharapan akan rahmat Allah ta’ala, tanpa pernah berhenti sekejap pun. Hati kita total menghadap kepada-Nya, memohon kasih sayang-Nya. Kita benar-benar bergantung dan berharap pada-Nya saja, bukan pada ibadah atau amal perbuatan.

Amal baik, perbuatan ibadah, pada dasarnya tidak akan menyelamatkan sama sekali. Ibadah dan amal statusnya hanyalah sebuah ungkapan pengharapan akan rahmat-Nya. Itu adalah ungkapan pengharapan dalam bentuk yang diperintahkan atau diwajibkan, sebuah bentuk pengharapan minimal yang harus dilakukan. Katakanlah, itu baru sebuah syarat untuk masuk gerbang istana Raja. Tapi bukan itu saja yang membuat Raja berkenan memberi. Dia harus juga mencintai kita.

“Tidak ada cara ber-taqarrub (mendekatkan diri) seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku sukai selain melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Aku fardhu-kan kepadanya. Namun hamba-Ku itu terus berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan (sunnah) nawafil, sehingga Aku pun mencintainya.

Apabila ia telah Aku cintai, Aku menjadi pendengarannya yang dengan Aku ia mendengar, (Aku menjadi) pengelihatannya yang dengan Aku ia melihat, (Aku menjadi) tangannya yang dengan Aku ia keras memukul, dan (Aku menjadi) kakinya yang dengan Aku ia berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku, sungguh, akan Aku beri dia, dan jika ia memohon perlindungan-Ku, Aku benar-benar akan melindunginya.”

(Hadits Qudsi riwayat Bukhari).

Di sisi lain, agama tidak seharusnya membuat seorang berhenti tersenyum dan jatuh tenggelam dalam kemurungan atau apatisme. Agama, yang berinduk dalam kitab Qur’an, tidak dijadikan untuk membuat kita susah dan murung (Q.S. 20 : 2) tapi sebagai –reminder–, pengingat, bagi mereka yang takut (Q.S. 20 : 3). Ayatnya memang demikian: sebagai peringatan bagi orang yang takut. Jadi takut memang sebuah fase untuk menuju-Nya.

Yang harus tumbuh memang khauf (takut) dan roja’ (harap). Bukan kebanggaan diri sebagai ahli ibadah, ahli jihad, ahli dakwah, pembela Islam, atau mati dalam keadaan merasa lebih baik dari orang lain, dan membawa kebanggaan atas semua itu.

“Tidak masuk surga orang yang didalam hatinya ada kesombongan meskipun hanya seberat dzarrah.” (H.R. Muslim)

Tidak bisa dipungkiri bahwa memang Allah menjadikan kita tertarik pada keduniawian. Kita memang hidup dan ditempatkan di dunia ini, dan dunia dalam kadar tertentu tentu kita butuhkan sebagai tools untuk menempuh jalan. Namun, selama kita mengira bahwa apa yang sudah kita lakukan akan bisa menyelamatkan kita, baik di akhirat ataupun di dunia ini, itu akan menjadi masalah besar dalam mendekat kepada-Nya.

Dari Abu Hurairah, beliau Rasulullah berkata: “Mendekatlah (kepada Allah, ber-taqarrub) dan berusahalah benar! Ketahuilah, bahwa setiap orang diantara kalian tidak bakal selamat karena amalnya.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, tidak juga engkau?” Rasulullah bersabda: “Tidak juga aku, kecuali bila Allah melimpahiku dengan rahmat dan karunia dari-Nya.” (Hadits Muslim)

Dari Jabir, beliau bersabda: “Aku mendengar Nabi saw. Bersabda: “Tak seorangpun diantara kalian dimasukkan oleh amalnya ke dalam surga dan tidak pula diselamatkan dari neraka begitu pula aku, kecuali dengan rahmat dari Allah. (Hadits Muslim)

Wassalaam,

Herry Mardian dan Imam Suhadi.

0 comments On Selamat Dari Siksa Neraka?

  • Keren om, ijin share di facebook ya..

  • alhamdulillah..subhanallah…
    terima kasih, sangat mencerahkan.
    mhn izin utk share, pak herry.
    (setelah ‘Cinta Bagai Anggur’ kapan meluncurkan buku baru, pak?)

  • insan pembelajar

    assalamu’alaikum wr wb

    just my thinking to share

    agama islam adalah agama kehidupan untuk mengatur ( memanage ) segala urusan ( bisnis sesuai syariat allah > mu’amallah ) dalam arti apapun bisnisnya dan apapun organisasinya ( masjidnya ) untuk mewujudkan misi rahmatan lil alamin ( memakmurkan masjid-masjid allah ) sebagaimana telah diteladankan rasulullah as dalam mereformasi kota mekah dari masjid haram ( jahiliyah ) menjadi masjid halal ( kota suci ) sehingga allah berkenan melimpahkan rahmadnya dan berkahnya secara berkelanggengan dan bertambah terus ( sustain growth ) sebagaimana masih bisa kita saksikan bersama hingga kini, sehingga allah memberikan appresiasi kepada umat islam menjadi umat yang terbaik dan menjadikan kota mekah sebagai kiblat ( standard sukses ) yang abadi bagi seluruh umat manusia disepanjang zaman untuk diadopsi dan diimplementasikan di seluruh muka bumi agar seluruh muka bumi berkelimpahan rahmat .

    sehingga menurut hemat saya orang-orang beriman adalah orang-orang yang sukses dalam mentransformasi keimananya secara nyata ( real social action ) sesuai perintah allah ( syariat islam ) sehingga rahmatan lil alamin bisa diwujudkan secara partial maupun simultan secara nyata dibidangnya masing-masing di organisasinya, di korporasinya, dan di bangsanya ( dimasjid-masjidnya ), sehingga menjadi organisasi, korporasi dan bangsa yang produktive, kompetitive, berkelas dunia, berkelimpahan rahmat ( sakinah, mawadah, warohmah, adil, makmur, sejahtera, aman dan sentosa > berhasil dalam memakmurkan masjid-masjid allah ) inilah yang disebut mendapat rahmat allah ( bahasa agamanya masuk surga )

    setelah islam berhasil berjaya selam 7 abad yang pertama, 7 abad yang kedua ternyata pemahaman terhadap syariat islam mulai terdistorsi, dan islam mulai mengalami kemunduran , sehingga islampun berhasil terjajah selama berabad-abad dimana syariat islam berhasil diganti dengan syariat penjajah, praktis umat islam kehilangan sama sekali pemahaman terhadap kerangka kerja syariat islam ( system pertolongan allah ), kehilangan roh islam dan mengalami mati suri yang sangat panjang ( very long pause power ) dan tentunya mengalami siksa kubur yang sangat dahsyat yang hingga kini belum mampu lagi bangkit kembali dari kuburnya, yang diakui atau tidak faktanya umat islam kini menjadi umat yang paling korup ( bid;ah ) didunia, kontra produktive, tidak kompetitive, menjadi umat yang terbelakang, miskin, penuh kekacauan sosial dan menjadi umat yang paling banyak mengalami bencana sosial dan bencana kemanusiaan yang berkepanjangan ( bahasa agamanya masuk neraka )

    kalau menurut hemat saya surga dan neraka bukanlah hanya sekedar ilusi ( abstrak ) tapi kenyataan ( real ) bisa dirasakan dan bisa diukur, kalau didunia saja kita tidak mampu meraih surga ( melaksanakan misi rahmatan lil alamin > mendapat rahmat allah ) apalagi di ahkirat ( dalam arti setelah mati fisik ), karena mati itu ada dua pengertian yaitu mati jiwa dan mati fisik

    1) mati jiwa secara fisik kita ini hidup namun dalam beraktifitas ( berbadah ) tidak sesuai lagi dengan kehendak ( syariat ) allah, padahal kita selalu berkomitmen dalam setiap sholat kita yang artinya sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk allah ( sesuai dengan syariat islam atau meet to the islam requirements atau dalam bahasa jawa manunggaling kawulau gusti ), pertanyaan saya, apakah diorganisasi tempat anda bekerja dalam menjalankan misi organisasi di manage dengan syariat islam ?

    2) mati fisik, sudah jelas apabila jazad manusia telah berpisah dengan roh kehidupan tiupan allah dan habislah riwayatnya, dan praktis kesempatan bertaubat dan memperbaiki amal soleh ( work smart ) tidak mungkin lagi

    surga dan neraka adalah pilihan dan saya yakin setiap manusia ingin mendapat rahmat allah ( masuk surga ), untuk itu kalau kita ingin selamat dari siksa api neraka mari kita implementasikan ( budayakan ) syariat islam bukan saja pada aspek spiritual tetapi juga dalam segala aspek kehidupan nyata ( beramaliah ) sesuai syariat islam disetiap aspek kehidupan dan disetiap organisasi sehingga insyallah diawal 7 abad yang ke 3 ini umat islam mampu menyingkap selimut kumal dan segera bangkit dari tidur yang tidak nyaman untuk meraih masa depan yang lebih baik ( sejahtera ) didunia dan diahkerat ( masuk surga ).

    mohon ma’af apabila tidak sesuai dengan pemikiran anda

    wassalamu’alaikum wr wb

  • Terima kasih, Semakin Cerah….
    oleh sebab itu mungkin Rabiah dan ahli2 thasawuf mengerti konsistensi Hamba….Mereka dalam doanya tidak meminta Surga….
    Tetapi meminta Cinta Allah dan rahmatnya….
    Semakin Cerah…:wink:

  • Hamba yang tak pantas masuk surga tapi tak tahan di dalam neraka, berusaha selau mohon ampun dari segala dosa sekaligus mohon rahmat-Nya.

  • kalau bukan karna karunia & rahmat dr allah tak ada seorang pun yang bersih, apakah salah apa bila ada pertanyaan Allah pilih kasih, seandainya tidak apa yg seharusnya manusia bisa lakukan untuk mndpt karunia & rahmat. Mks mohon penjelasanya

  • Alhamdulillah.. sangat bermakna:smile:

  • terima kasih………………….
    saya sangat tercerahkan…….

  • hmmm… pertanyaan yang mendasar dan sring di dapati dikalangan penikmat thasawuf 🙄

Leave a reply:

Your email address will not be published.