Banyak cara setiap hamba mendekati Allah. Salah satu caranya dengan mengorbankan sebagian hartanya yang ditukarnya dengan daging kambing atau sapi, dengan harapan Allah menarik mereka, menerima qurban mereka sebagaimana Allah menerima qurbannya Habil sang putra Adam.
Tentu yang kita kurbankan adalah harta yang memang terasa berat untuk dilepas, bukan harta yang kita keluarkan dengan ringan hati, disebabkan masih sangat banyaknya sisa harta yang kita miliki. Artinya kita yang bergaji empat puluh lima juta rupiah perbulannya, dengan mengeluarkan dana hanya satu juta untuk seekor kambing bisa jadi belum disebut 'berkurban', karena tidak ada rasa pengorbanan yang membuat dia sulit mengeluarkannya. Bisa kita bayangkan bagaimana 'rasa pengorbanan' seorang Ibrahim a.s. yang bisa mengurbankan ratusan ekor unta untuk daging qurbannya!
BANYAK yang mengira bahwa Rasulullah melarang menantunya, Ali ra yang ketika itu masih beristri putri Rasulullah, Fathimah ra, adalah semata-mata karena alasan kecemburuan atau khawatir putri tercintanya tersakiti.
Kalau kita lihat haditsnya secara lengkap, adalah seperti berikut ini.
Saya lebih suka sebuah 'kealiman' ditampilkan dengan latar belakang perjuangan penempaan diri yang mati-matian, daripada kesana-kemari mengutip ayat dan hadits, seakan menjadi sebuah keharusan bagi seorang tokoh yang alim. Saya mencari hikmah kehidupan dalam agama, bukan menyampaikan atribut agama terlalu sering hingga menjadi kehilangan gaungnya. Lebih baik kisah satu hikmah yang diraih dengan mati-matian, diminum dan ditelan dengan perjuangan, daripada ribuan hikmah yang diumbar berserakan tapi sebatas kutipan.
Orang sekarang ini dengan mudah mengklaim golongan dan jamaahnya sebagai golongan dan jamaah yang selamat. Selain pengikut jamaahnya adalah sesat dan tidak selamat. Karena hal ini, banyak orang yang “kebingungan dalam beragama”, dan sangat mungkin akan timbul pertanyaan dalam diri kita: “Siapakah seseungguhnya golongan yang selamat itu?”
Manusia Ilahi dipercaya sebagai wakil Allah di alam semesta, selain sebagai segel alam semesta juga sebagai pintu bagi alam semesta untuk melihat Sang Pencipta, mengenal-Nya; kehadiran Keindahan dan Kekuasaan Ilahi yang membayang dalam diri insan Ilahi merupakan jembatan rahmat (penolong) bagi alam semesta untuk berjalan mengenal-Nya, insan Ilahi adalah tangan Kepemurahan-Nya (surratur-Rahmaan) yang membawa seluruh alam semesta menjadi peningkat derajatnya. Inilah amanah yang diembankan kepada insan Ilahi yang dipercaya sebagai ruh dan cahaya kehidupan bagi seluruh alam semesta, semuanya adalah cermin yang saling berhadap-hadapan, seimbang tanpa cacat.
DULU, kalau saya bertanya pada guru agama tentang apa arti kata "musyrik", besar kemungkinan beliau akan menjawab: "Orang yang menyekutukan Tuhan". Musyrik adalah orang yang tuhannya batu, gunung, jin, setan, manusia. Orang yang tuhannya siapapun atau apapun selain "Tuhan" kita. Orang yang tentu saja bukan kita. Tapi benarkah?
Anehnya, bila kita "menanyakan" hal itu pada Al-Quran, kita akan beroleh jawaban yang lugas, namun sungguh di luar dugaan:
"...dan janganlah kamu termasuk ke dalam orang-orang musyrikiin, yaitu orang-orang yang memecah-belah diin mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Q.S. Ar-Ruum [30] : 31-32)"
Hmm... Apakah artinya ini?