Rumah Tamu

window

: :

Menjadi manusia adalah menjadi rumah tamu.
Setiap pagi datang dengan tamu yang baru.

Kegembiraan, kesedihan, atau sifat buruk
sedikit pengetahuan diri hadir sebentar
sebagai tamu yang singgah tanpa perjanjian.

Sambut, dan jamulah mereka semuanya!
Biarpun tamumu hanya sekerumunan nestapa
yang melanda rumahmu dengan kasar
dan mengangkut segala isinya,
tetaplah temui setiap tamu dengan mulia.
Bisa jadi ia sedang mengosongkanmu
demi akan datangnya banyak kebahagiaan baru.

Niat buruk, rendah diri, dengki,
sambutlah mereka di pintu dengan tertawa,
dan ajak mereka masuk.

Bersyukurlah
atas apa pun yang diturunkan untukmu,
karena setiap tamu adalah utusan
dari sisi-Nya, sebagai penunjuk jalanmu.

: :

Diterjemahkan oleh Herry Mardian, dari Rumi, Jalaluddin; The Guest House dalam The Essential Rumi, Coleman Barks (trans.). 1997 : Castle Books.

Versi bahasa Inggrisnya ada di penutup artikel ‘Rasa Cinta Yang Salah’ di sini.

0 comments On Rumah Tamu

  • Pingback: Rasa Cinta Yang Salah | Suluk : : Hanya Sekeping Cermin…™ ()

  • Ijin copy ke note fb saya

  • Bang ijin posting link-nya di web saya yach:smile::smile:

  • @Comment #1611 by adjipamungkas
    @Comment #1614 by aswata
    @Comment #1615 by Herry
    Terima kasih buat akang2 yang bersedia ngasih penjelasan terkait ma pertanyaan saya diatas.:smile:
    Untuk buku al-hikamnya sendiri saya belum baca:cry:,cz saya hanya denger dr salah satu temen yang nyaranin untuk pelajari buku karya Ibn ‘Atha,kl mang mau beneran masuk dunia tasawuf katanya,tp temen saya sndiri gag punya,alhasil saya cuma bisa nyari2 rangkuman kitab itu sendiri,saya nemu Syajaratun Ma’rifat itu dan g sengaja ternyata buku nya seperti saya sebutkan diatas sari dari karya besar Ibn ‘Atha(kata buku itu sendiri loh mas,bukan hasil karang-mengarang saya):roll:…
    yang saya dapet dari buku Syajaratun Ma’rifat hanya sebatas penjelasan tanpa ada kutipan dari kitab no berapa dsb…
    Makanya saya takut salah memahami ttg hal tersebut diatas,saya tanyain ma mas herry tp alhamdulillah byk sekali yang ikut ngejelasin pertanyaan saya…Beruntung karena masih banyak akang2 yang selalu ngasih penjelasan khususnya ma saya sendiri:wink:
    Jazakallahu Khairan….Mas Herry…Mas Adji…Pak Aswata…

  • wah, senangnya..
    jadi diingatkan kembali untuk selalu ikhlas dan gembira..

    kemarin ada bencana gitu deh, jadi bener2 gak ikhlas..

    semuanya untuk menuntun ruh kita ya.. o…

    danke schoen..

  • aslmkm
    puisinya bagus cuma agak bikin bingung he he
    lain kali tolong pilihin puisi yang mudah dipahami ya he he
    maaf mas merepotkan he he 😀

  • duhai YANG KURINDU ….

    Dan dengan demikian pula aku panjatkan doa:
    ya Tuhan limpahkan rizki pada kami sebagaimana Engkau limpahkan
    rizki pada hamba “yg telah mencapai kesempurnaan iman dan meyakini
    akan kebenaran “.

    amiin

    rudal91@yahoo.com

  • Alhamdulillah.. subhanallah.. hatur nuhun kang Herry, puisinya inspiring.. smoga kita semua senantiasa diberikan kejernihan hati dan kelapangan untuk memaknai apapun yang dihadirkanNYA

  • Kemarin baru saja aku mengerti makna puisi di atas ketika menghadiri kajian Serambi Suluk kelasnya k’Zam. Teringat banget apa yang dikatakan beliau…”Apapun yang hadir di dalam kehidupan saat ini, terima semuanya. Pasti ada sesuatu hal di dalamnya. Sekecil apapun walaupun itu digigit nyamuk, pasti ada suatu maksud disana.”

    Betapa sejuknya.

    Terima kasih kepada k’Zam dan k’Herry atas kasih sayangnya pada kita semua.

  • Jawaban Pak Aswata ini sungguh mendasar.

    kalau berdoa meminta sesuatu dengan niat agar diberi itu seakan-akan menegur Allah, mengapa belum diberi. Ini tidak layak.

    Sebaliknya kalau ada pikiran bahwa kalau tidak berdoa meminta sesuatu maka Tuhan tidak akan memberikan, maka pemikiran ini juga tidak layak.

    Tuhan akan selalu memberi, diminta atau tidak.

    Kalau Tuhan memberi, itu bukan karena diminta. Kalau Tuhan tidak memberi itu juga bukan karena tidak diminta. Semua kejadian yang akan menimpa sesuatu (atau orang) itu sudah ditulis di kitab Lauhmahfuz jauh sebelum sesuatu (atau orang) itu diciptakan.

    Lalu bagaimana dengan perintah Tuhan agar meminta kepada-Nya?

    Perintah ini juga harus diikuti, tetapi dengan niat yang sesuai. Bukan dengan niat meminta, tetapi dengan niat karena memenuhi perintah Allah. Lalu apa yang dimohonkan?

    Yang dimohonkan adalah apa saja yang diperintahkan Allah untuk dimohonkan.

    Misalnya memohon ampun di waktu sahur.

    Ini ayat Al-Qur’an, ya Pak Aswata? 🙂

    Jangan memohon sesuatu yang kita tidak tahu hakikatnya.

    Ini juga perintah yang tercantum di Qur’an.

    Beruntung sekali Ahmad, Pak Aswata pas lagi mampir dan bersedia menjawab 😉

  • Wa alaikum Salaam ahmad.

    Saya sendiri belum pernah membaca Pohon Kearifan karya Muhammad Nuh (siapa penerbitnya?). Jadi saya tidak bisa menanggapi syarah beliau tentang Al-Hikam.

    Ada hampir tiga ratus untaian hikmah dalam kitab Al-Hikam nya Ibnu Ata’illah. Di hikmah yang ke berapa beliau menganjurkan untuk tidak memohon kepada Allah? 🙂

    Al-Hikam-nya sendiri sudah dibaca belum? 😉

    Al-Hikam konon sangat sulit diterjemahkan dengan akurat (karena kandungan hikmahnya sangat padat dimampatkan dengan struktur kalimat singkat dan efektif, indah namun luar biasa tepat penggambarannya), apalagi ke dalam bahasa Indonesia. Yang banyak beredar malah hasil terjemahan dari bahasa Inggris, bukan dari aslinya. Terjemahan yang beredar, lebih merupakan aproksimasi makna. Sangat boleh jadi, ketika kita membaca terjemahannya, bukan itu yang dimaksud oleh Ibnu Atha’.

    1. Menurut Syekh Ibn Atha’illah… Sebagai hamba hendaknya jangan banyak meminta kepada Allah SWT…

    Ini di hikmah yang ke berapa ya? Sepemahaman saya tidak demikian. Namun, Ibnu Atha’ memang mengajarkan bahwa jangan sampai kebutuhan-kebutuhan kita menjadikan kita risau dan terganggu kekhusyu’annya. Saya kutipkan:

    (4) Arih nafsaka minat-tadbir. Famaa qaama bihi ghayruka ‘anka laa taqum bihi li nafsik

    “(4) Istirahatkan dirimu dari kerisauan mengatur kebutuhanmu, sebab segala yang telah diuruskan oleh selain engkau, tak usah kau sibuk memikirkannya.”

    Ini dalam konteks, janganlah hati dan kehidupan kita hanya penuh dan tersita oleh usaha pemenuhan kebutuhan saja. Bukan dalam konteks jangan meminta. Lha beliau justru memerintahkan untuk memohon pada Allah kok?

    “(48). Jangan meminta kebutuhanmu pada selain Allah, sebab Ia sendiri yang memberikan kebutuhan itu kepadamu. Maka bagaimana mungkin selain Allah dapat menyingkirkan apa yang diletakkan Allah… ” dst.

    2. Beliau jg mengatakan, jika seseorang bermohon agar bisa dekat kepada Allah – tetapi beliau mengatakan, dengan sikap seperti itu mengandung makna bahwa dirinya – si pemohon, jauh dari Allah.

    Ini ada dalam konteks untuk menyelami apa kemungkinan ‘kekafiran’ atau ketidaktawakalan kita yang masih tersembunyi dalam hati. Ini saya kutipkan:

    Thalabuka minhu ittihaamulah, wa thalabuka lahu ghaybatu ‘anhu minka, wa thalabuka li ghayrihi liqillati hayaa’ika minhu, wa thalabuka min ghayrihi liwujuudi bu’dika ‘anhu.

    “Permintaanmu dari-Nya, artinya (tersimpan kekhawatiran) bahwa Allah tidak memberi kepadamu…. dan seterusnya.” Monggo dilihat sendiri di hikmah 29 atau 21 (ati-ati menyimak terjemahannya. Perhatikan konteksnya.)

    3. Beliau mengatakan, Maka seharusnya manusia itu merasa butuh terhadap Allah, tapi jangan meminta. Karena permintaan itu sama maknanya dengan rasa ketidak percayaan kepada Allah.

    Saya kira ini sudah terjawab juga ya.

    isi Al-hikam-nya Ibnu Atha’illah sangat menonjol hikmah ketawakalannya, dan penegasan agar manusia tidak melupakan bahwa sesungguhnya Allah jauh lebih mengetahui kebutuhan kita daripada kita sendiri. Dan, semua pada dasarnya sudah tersedia, karena toh Allah sendiri yang menaruh kebutuhan itu pada kita. Hanya tinggal bagaimana cara kita meraih apa yang telah ditentukan sebagai hak untuk kita itu.

    ‘Jangan meminta’ maksudnya dalam konteks jangan merengekk-rengek, seperti anak kecil yang ingin ini-itu ketika masuk toko. Yakinlah bahwa Allah mengerti. Maka, mintalah yang santun. Mintalah yang memang kita butuhkan secara hakiki dan membangunkan jiwa, bukan untuk memuaskan keinginan kita saja.

    Bukan berarti tidak boleh meminta, sama sekali bukan. Ketika kita menyadari bahwa hakikat diri kita adalah hamba, dan Allah yang menyediakan segalanya, maka buahnya adalah lahirnya permohonan yang jujur dan bersih dari diri kita. Mohon yang seperti ini adalah sebuah langkah dalam mengenali hakikat diri sebagai hamba.

    Tapi kalau dikit-dikit minta mobil, rumah, minta cakep, minta duit, minta sembuh, minta apaaaaa aja tanpa kita pernah sama sekali mengkaji hakikat permintaan kita itu, itu yang namanya ‘merengek-rengek’. Itu memperlakukan Allah seakan-akan sebagai pelayan kita yang harus setiap saat memenuhi kebutuhan kita.

    Gitu kira-kira.

  • Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh,

    Apakah ada perbedaan antara meminta dengan memohon?

    Kalau dari segi bahasa, maaf ini menurut pengertian saya, meminta itu ditujukan kepada teman sejawat. Kalau memohon itu kepada atasan. Kalau ke bawahan namanya menyuruh. Kalau dari segi agama, ini juga menurut pemahaman saya, meminta itu untuk hal-hal yang sudah dijanjikan Tuhan, misalnya Tuhan menjamin rezeki, maka kita minta diberi rezeki yang barokah.

    Kalau memohon, ini masuk hak prerogatif Allah. Seperti surga dan neraka, maka kita mohon untuk dimasukkan ke surga, dijauhkan dari neraka.

    Kembali ke pertanyaan yang didapat dari buku Pohon Kearifan yang disarikan dari buku Al Hikam.

    Sebaiknya buku Pohon Kearifan itu dibaca ulang. Siapa tahu sudah ada penjelasannya di sana.

    Kalau belum ada, coba dibuka buku Al Hikamnya sendiri, mengingat buka Pohon Kearifan hanyalah sari dari Al Hikam. Tentunya di Al Hikamnya sendiri dikupas lebih panjang lebar. Maaf, kalau boleh tanya, di Al Hikamnya sendiri fatwa nomor berapa?

    Saya punya buku Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf (Al Hikam) karangan Prof. Dr. KH Muhibbuddin Waly yang mengupas tentang Al Hikam Ibnu Athaillah.

    Bab 171: Kenapa para wali kadang-kadang menganggap baik tidak berdoa.

    Di situ disebutkan bahwa kalau berdoa meminta sesuatu dengan niat agar diberi itu seakan-akan menegur Allah, mengapa belum diberi. Ini tidak layak.

    Sebaliknya kalau ada pikiran bahwa kalau tidak berdoa meminta sesuatu maka Tuhan tidak akan memberikan, maka pemikiran ini juga tidak layak.

    Tuhan akan selalu memberi, diminta atau tidak.

    Kalau Tuhan memberi, itu bukan karena diminta. Kalau Tuhan tidak memberi itu juga bukan karena tidak diminta. Semua kejadian yang akan menimpa sesuatu (atau orang) itu sudah ditulis di kitab Lauhmahfuz jauh sebelum sesuatu (atau orang) itu diciptakan.

    Lalu bagaimana dengan perintah Tuhan agar meminta kepada-Nya?

    Perintah ini juga harus diikuti, tetapi dengan niat yang sesuai. Bukan dengan niat meminta, tetapi dengan niat karena memenuhi perintah Allah. Lalu apa yang dimohonkan?

    Yang dimohonkan adalah apa saja yang diperintahkan Allah untuk dimohonkan. Misalnya memohon ampun di waktu sahur. Jangan memohon sesuatu yang kita tidak tahu hakikatnya.

    Wassalamu’alaikum warohmatullohoi wabarokatuh.

    aswata

  • ehem..salam boleh nimbrung yah :mrgreen:

    mas ahmad ..mungkin kita kembali kepada si penterjemah (bukan nyalah-nyalahin lho, apa lagi dzu’son semga Allah mengampuni saya !),kadang yang menterjemahkan karya orang orang saleh sedikit banyak kesulitan menuangkan kembali esensi maksud si penulis dengan menggunakan padanan kata yang sesuai …yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap interpretasi secara umum para pembacanya:sad:.

    mengutip pendapat seorang sahabat saya tentang Ibn Atha’illah:

    Ibnu ‘Athaillah sedang mengajari ihwal TAWAKAL. Jika kita memenuhi permintaan-Nya, perintah-Nya; maka Dia pasti menjamin kebutuhan kita, tanpa diminta.

    jadi bukannya melarang kita meminta tapi penuhi dulu permintaan-Nya, kita kadang dengan seenak “udel” kita memberondong Allah dengan jutaan permintaan… contoh minta rejeki tapi gak kerja / usaha … paling ekstrim minta surga tapi kelakuan minta neraka ( Naudzu billah:cry:).
    mohon maaf kalo gak nyambung 😆

  • Assalamualaikum kang Herry:lol:. Ada beberapa persoalan yang saya kurang pahami saat ini, dengan maksud untuk mendapatkan penjelasan dari kang Herry.:sad:

    1. Menurut Syekh Ibn Atha’illah… Sebagai hamba hendaknya jangan banyak meminta kepada Allah SWT…

    2. Beliau jg mengatakan, jika seseorang bermohon agar bisa dekat kepada Allah – tetapi beliau mengatakan, dengan sikap seperti itu mengandung makna bahwa dirinya – si pemohon, jauh dari Allah. Menurut Beliau bertentangan dengan firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah: 187, berbunyi; ” Dan apabila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonanorang yang berdoa apabila ia memohon kepada Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu dalam kebenaran.”

    3. Beliau mengatakan, Maka seharusnya manusia itu merasa butuh terhadap Allah, tapi jangan meminta. Karena permintaan itu sama maknanya dengan rasa ketidak percayaan kepada Allah.

    Yang mau saya tanyakan sama mas Herry untuk ketiga no diatas adalah:

    Kenapa manusia diharuskan untuk tidak meminta kepada Allah, padahal dalam Firman Allah dalam QS Al-Fatihah: 5 disebutkan bahwa: ”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”

    Apakah makna Meminta dengan Memohon berbeda maksud?

    Seandainya sama makna, kenapa Syekh Ibn Atha’illah – dalam bukunya Al-Hikam, mengatakan kita jangan meminta kepada Allah?

    Sungguh saya tidak ada maksud sedikitpun untuk mencela ataupun berkeinginan mengoreksi pendapat beliau di dalam kitab Al-Hikam, karena beliau adalah salah seorang Waliullah. Tapi karena kekurangan dan kebodohan saya sendiri:oops:, hingga tidak mampu mencerna maksud dari beliau. Oleh karena itu, saya hanya ingin mendapatkan penjelasan.

    Ketiga no diatas saya dapatkan dari buku yang berjudul Pohon Kearifan (Syajarotun ma’rifat) karya Muhammad Nuh – yang disarikan dari Kitab AL-HIKAM Ibn Atha’illah.

    Saya tunggu jawabannya ya mas.

    🙂 Terima Kasih atas kesempatan yang telah diberikan Allah kepada saya.
    Wassalamu’alaikum.

  • Ass wr wb…thanks banget yaa…ms herry..numpang ikutan komen neeh
    abis baca blog ini..rasanya..koq pas banget yaa..masa2 yg pernah gw lewatin itu ternyata..merupakan ‘tamu’ utk gw, baik itu buruk ato ngk..:)

  • Alhamd…., Thank’s bgt.. pas nich lagi ada tamu bikin hati gusar,,, and belum tw apa maksud Tuhan dibalik ini,,, terkadang sesuatu hal buruk yang terjadi belum bisa diterima dengan lapang…:sad:,

  • #Andreas: …terima kasiiih…yang banyak untuk saudara-saudaraku ( klo aku boleh menyebut )

    Yo kita yang terimakasih dikunjungi saudara 😉 santai saja, bro…

    jawaban-jawabannya di sini ya..

  • terimakasih kepada mas Herry, serta semua yang mengisi artikel di Blog ini, banyak memberi pencerahan bagi hidup saya meski seorang katolik tapi aku sangat menikmati semua artikel yang ada sejak 1 tahun yang lalu aku ikuti terus, menambah khusukku serta menikmati setiap ritual yang aku jalankan sebagai orang katolik…menambah keimananku juga …terima kasiiih…yang banyak untuk saudara-saudaraku ( klo aku boleh menyebut )

  • Smoga diri kita dapat menjadi bagian dari ciri orang yg berakal, yang mampu menahan keburukan diri dan bersabar dalam segala keadaan yg menghampiri…insya Allah 🙂

    Thanks Mas Herry atas translasi puisi syeh jalaluddi Rumi-nya 😀

  • > Diri ini, yang sedang menjadi manusia…..

    Salaam kang. Mudah-mudahan kita jadi dirahmati Allah untuk menjadi manusia betulan yah. Anyway. Tks atas segala bantuannya.
    :razz:Jazaakumullaahu khoiron katsiron.
    Akhirnya pilihan jatuh pada alamat yang “ini”. Wassalaam.

  • thank you

Leave a reply:

Your email address will not be published.